Jakarta – Radikalisme di Indonesia saat ini masih menjadi topik utama dan perhatian semua pihak. Pasalnya, radikalisme menjadi ancaman besar dari sisi pemuda yang digadang-gadang sebagai “tulang punggung bangsa”.
Merebaknya fenomena tersebut, maka pentingnya semangat Pancasila sebagai usaha warga negara dalam memajukan bangsa dan menolak gerakan radikalisme di Indonesia.
Presidium Youth Movement Institute (YMI) Ismail Adiputra menyebutkan dengan menambah wawasan dan
pengetahuan tentang dampak negatif paham radikalisme, diharapkan para mahasiswa bisa menangkal paham tersebut bila sewaktu-waktu muncul.
“Perlunya kembali membumikan
nilai-nilai Pancasila dan menjawab problematika sosial saat ini,” ungkap Ismail.
Hal itu disampaikan saat diskusi kebangsaan bertema “Tanggung Jawab dan Peran Mahasiswa, Pemuda dalam Mengaktualisasi Pancasila dan Deradikalisasi Bagi Generasi Muda” di RM. Ayam Panggang Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (22/12/2017).
Diskusi yang dipandu oleh moderator Trisnawingki Kiki dan MC Marini Amalia Nasution itu juga dihadiri Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR) KH. Luthfi Hakim, Pemerhati Pertahanan Alumni Pasca Sarjana Univ Pertahanan Heru Budi Wasesa, Ketua Umum DPP Garda Rajawali Perindo/Deputi Pengembangan Jaringan SAS (Said Aqil Siradj) Institute Kuntum Khairu Basa, dan Tokoh Muda Jakarta Nurhasanudin.
Menurut Ismail, implementasi dari nilai-nilai Pancasila akan sangat efektif dalam menangkis gerakan radikal dan nilai-nilai tersebut dapat dimasukkan ke dalam sendi-sendi kehidupan. Kata dia, generasi muda memiliki peranan penting dalam upaya melawan radikalisme.
“Minimnya pengetahuan masyarakat bisa menjadi pemicu munculnya paham radikalisme. Karena mereka menelannya mentah-mentah,” ujar Ismail.
Faktor lainnya, lanjut Ismail, yang mendorong radikalisme masuk dan berkembang karena memiliki keimanan yang lemah, yang berdampak akan mudah dan cepat sekali dimasuki paham-paham baru.
“Perlunya memahami konteks sosial dan budaya yang ada di setiap lapisan masyarakat juga harus diperhatian,” tuturnya.
Sementara itu, Ketum FBR KH. Luthfi Hakim mengingatkan pada generasi muda saat ini untuk lebih mengenal budaya Indonesia dan lebih memahami Pancasila.
“Kita harus mengenal budaya sendiri, bisa menjadi upaya tangkal radikalisme,” kata Luthfi.
Sebab, kata dia, generasi muda bisa terancam dan mengalami tereliminasi jika tidak memahami budayanya sendiri. Bagi Luthfi, perlu bersikap dewasa dalam kemajuan teknologi dan menerima informasi yang masuk di jaman now ini.
“Hampir semua pemuda tertidur akan kemajuan dari teknologi saat ini. Sortir informasi yang ada dan pelihara tradisi dan nilai-nilai budaya, serta peran agama disini untuk memfilter/ memilih apa yang datang atau masuk dari luar,” jelasnya.
Tak hanya itu, sambung Luthfi, budaya harus dijaga, dipelihara, memaksimalkan peran media sosial dan perluas wawasan. Jangan sampai akal sehat dibutakan dengan informasi-informasi yang belum fakta / belum teruji kebenarannya, tetapi filterlah terlebih dahulu atau menyikapinya secara dewasa.
“Sering-seringlah bergaul dengan manusia bukan dengan Hp. Akal sehat jangan sampai dibutakan dengan informasi yang belum menjadi fakta,” kata Luthfi.
Ditempat yang sama Pemerhati Pertahanan Alumni Pasca Sarjana Universitas Pertahanan Heru Budi Wasesa menyebutkan peran kaum pemuda begitu penting sebagai agen perubahan bagi bangsa dan negara ini, terutama dalam hal yang behubungan dengan masyarakat. Karena, kata Heru, peran pemuda sangat dibutuhkan.
“Pancasila (aktualiasi pancasila) berbicara Republik Reformasi, bagaimana kita berbicara tentang ideologi kalau kita tidak mengenal jati diri sendiri. Kalau kita tidak mengenal jati diri sendri ini yang masuki jati diri dari faham-faham yang lain,” jelasnya.
Dia pun menjabarkan cara aktualisasi yang sederhana, pertama adalah kenali dulu jati dirinya dengan mengetahui jati diri bangsa mulai dari Pancasila sila 1 sampai 5. Mengaplikasikan nilai Pancasila itu bisa dari diri sendiri, rumah tangga dan diri sendiri.
“Dengan mengetahui jati diri kita maka bisa terhindar dari radikalisasi arti kata terhindar dari gerakan radikal yang meracuni dari paham-paham pemikiran kita,” bebernya.
Dalam kesempatan yang sama Ketum DPP Garda Rajawali Perindo Kuntum Khairu Basa lebih menyoroti kondisi pendidikan di Indonesia dan mempersiapkan diri sebagai penerus bangsa demi mencapai target masa depan.
“Sumber daya manusia harus dipersiapkan demi mengejar mimpi. Sebab penerus bangsa harus mempunyai target kedepannya,” bebernya.
Tokoh Muda Jakarta Nurhasanudin mengatakan dua tahun kedepan dunia tak membutuhkan orang pintar sebab kemajuan teknologi telah mengalahkan kepintaran seseorang.
“3 tahun kedepan justru perang mental yang akan menjadi tolak ukur kita, karena dengan berita sesat bisa memecahkan kita,” ucap Nurhasanudin.
“Perkuat mental, karena perang yang lebih dahsyat adalah perang mental,” katanya lagi.
Nurhasanudin menyarankan agar sejak dini perlu ditanamkan dan diajarkan nilai-nilai yang positif kepada anak.
“Sehingga kelak bisa menjadi anak yang berani, disiplin dan percaya diri,” pungkasnya.